Iqbal

Butir Terakhir dari Buku Pertama “Syahdan, Empat pahlawan muda ditambah satu pengawas, telah berhasil men...

Besok kita tamasya ke bali Tidak lewat jalan raya atau jalan kaki. Cuma mimpi Satu hati full tidur, tapi tidak sampai...

Butir 41. “Jadi ada teknologi seperti itu juga ya?” Pak Sabdan sedang terlibat perbincangan seru di meja ya...

Betapa jahatnya kamu, yang duduk di belakang meja. Tertawa dan menontonku menderita. Menggali dan menggali. Kau bilang d...

Ulang . Di bawah gelap malam Hitam adalah kuasa yang membungkam Di antara senyap hitam Kita berdua adalah sunyi yan...

Menulis puisi adalah menelusuri jejak kaki di pantai dengan melangkah mundur. Mata terpaku ke horizon, namun pantai sem...

Jika harus bertemu ibumu, aku akan datang. Jika harus menghadapi kakakmu, aku siap. Tapi pada akhirnya aku tahu....

Sore ini saya habis menjamu tamu dengan seteko kopi yang tidak mereka habiskan. Jadilah saya yang menghabiskan kopi itu ...

Butir 40 Baton Firapu menghantam apa yang seharusnya adalah kepala monster api biru itu. Tidak seperti sebelumnya...

Antara perkedel jagung dan perkedel kentang, yang mana yang kamu pilih? . Jauh sebelum kau menggoreng adonan ken...

Butir 39. Mereka kembali bertemu monster api, dan ketidak-hadiran kagiri betul terasa kali ini. Tidak ada sihir penamba...

Melanjutkan apa yang saya sempat bahas kemarin, saya mulai belajar. Hal yang saya, seorang Guru, akui, sangat jarang lak...

Mungkin kalo ada yang baca baik-baik postingan-postingan saya, bakal ada yang sadar. Saya mulai lupa nama-nama tokoh dar...

Butir 38. “Ini api.” Ujar Khuma’I, heran. “Well, ya. Panas. Merah. Menyala. Jelas sekali, Khum...

Saya habis menonton sebuah video yang sangat menginspirasi di youtube. Kalo penasaran silahkan buka Andrew Kirby, cari y...